“Keadilan bukan hanya tentang pasal, tapi tentang hati. Bila hukum kehilangan empati, maka ia akan kehilangan maknanya sebagai pelindung rakyat kecil.”
SangajiNews.com, Magelang, 27 Mei 2025 – Dalam sebuah langkah dramatis yang menyentuh hati nurani publik, ADV. MARKUS WIJAYA, S.H., selaku Kepala Divisi DPP FERADI WPI, secara resmi mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Kejaksaan Negeri Kota Magelang. Permohonan ini menyangkut kliennya, seorang perempuan berinisial “L”, yang saat ini ditahan atas perkara bernomor LP/B/706/II/2025/SPKT/POLDA JAWA TENGAH.
“L”, yang merupakan tulang punggung keluarga, harus menghadapi jerat hukum di tengah kenyataan pahit: suaminya menderita stroke dan neneknya yang berusia 93 tahun sangat bergantung padanya dalam kehidupan sehari-hari. Situasi ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang kian terpuruk pasca-pandemi COVID-19.

“Klien kami selama ini sangat kooperatif, tidak pernah mangkir dari panggilan penyidik, dan tidak ada indikasi melarikan diri. Kami mengajukan permohonan ini semata-mata atas dasar rasa kemanusiaan,” ungkap ADV. MARKUS WIJAYA, S.H., Selasa (27/5/2025).
Permohonan ini juga mendapat dukungan penuh dari KETUA UMUM FERADI WPI, ADV. DONNY ANDRETTI, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md., C.PFW., C.MDF., yang turut hadir memberikan keterangan. Ia menegaskan bahwa organisasi akan mengawal proses hukum agar berjalan adil dan transparan.
“Kami akan mengerahkan tim lawyer serta wartawan dari FERADI Mediatore dan Ikatan Wartawan Jagat Raya Indonesia untuk memastikan tidak ada ketidakadilan dalam kasus ini,” tegas ADV. DONNY ANDRETTI.
Namun, harapan itu sementara pupus. Permohonan ditolak oleh pihak Kejaksaan dengan alasan jarak domisili terlapor di Semarang dianggap menyulitkan proses kehadiran dalam persidangan yang digelar di Magelang.

“Klien kami bahkan sudah siap hadir satu hari sebelum sidang. Tapi tetap ditolak. Kami sangat menyayangkan keputusan yang terlalu kaku ini,” tambah Markus dalam nada kecewa.
Tim hukum FERADI WPI menyampaikan bahwa langkah hukum lanjutan tengah dipertimbangkan, termasuk upaya komunikasi lanjutan dengan Kejaksaan dan instansi terkait, dengan harapan bahwa dimensi hukum tidak melupakan sisi kemanusiaan.
Sebagai penutup, Donny Andretti menyampaikan pesan penuh makna yang menggugah rasa:
“Keadilan bukan hanya tentang pasal, tapi tentang hati. Bila hukum kehilangan empati, maka ia akan kehilangan maknanya sebagai pelindung rakyat kecil.”