• Sab. Jun 14th, 2025

SANGAJI NEWS

memberikan informasi, faktual dan terpercaya

“Jejak Tapak Yang Dilupakan”:

Bysangaji news

Mei 13, 2025

Episode 1: Tapak Pertama di Tara Tumpah


DISCLAIMER:
Maaf jika dalam cerita ini terdapat kesamaan nama, tokoh, tempat, atau kejadian dengan dunia nyata. Semua itu tidak disengaja. Cerita ini murni fiksi semata untuk keperluan hiburan.


Tahun 1985. Kabut tipis menggantung di atas tanah becek Kampung Tara Tumpah. Bau tanah basah bercampur aroma kotoran domba dan asap dapur kayu masih menjadi keseharian kampung itu. Di sinilah semua bermula. Di sebuah kampung yang seolah terlupa dari peta, tapi menyimpan jejak-jejak kaki yang keras menapak sejarahnya sendiri.

Namanya Saka. Warga kampung memanggilnya Bang Saka. Badannya tegap, kekar, rambut gondrongnya selalu tersembunyi di balik peci hitam yang tak pernah lepas dari kepalanya. Walaupun dikenal sebagai pemimpin geng kampung yang ditakuti di pasar rakyat, tak sedikit orang yang menyapanya dengan senyum simpati—karena satu hal: Saka dikenal sangat berbakti pada orang tuanya.

Setiap pagi sebelum ayam jago sempat berkokok kedua kali, Bang Saka sudah memanggul sabit dan karung goni. Ia turun ke ladang mencari rumput untuk domba milik ayahnya, Abah Juhri. Di kampung Tara Tumpah, domba bukan sekadar hewan ternak, tapi lambang harga diri. Dan Saka, tak mau orang tuanya merasa tak dihormati hanya karena ia lebih dikenal sebagai “raja pasar”.

Satu-satunya orang yang tahu isi hati Saka adalah sahabatnya sejak kecil, Dul Latif. Anak semata wayang dari pasangan Pak Karim, si penjaga musala. Meski tak segarang Saka, Dul Latif punya keberanian yang sama, hanya saja dibalut sikap tenang dan senyum sinis yang menyimpan sejuta taktik.

“Ka, kau bisa jadi pemimpin kampung ini kalau mau,” ucap Dul Latif sambil mengunyah batang padi.

“Aku bukan orang yang cocok buat pimpin kampung. Aku cuma jaga wilayah pasar, biar enggak ada yang ngacak-ngacak.”

“Maksudmu preman-preman kota itu?”

Saka tidak menjawab. Ia hanya menatap ke arah pasar dari kejauhan. Di sanalah tempatnya mengukir nama, tempat ia dihormati… dan diam-diam ditakuti.

Namun hari itu, ada yang berbeda. Saat matahari naik sedikit lebih tinggi dan keramaian pasar mulai menggeliat, seorang pria asing datang dengan motor tua. Wajahnya asing, tapi gerak-geriknya tak seperti pendatang biasa. Ia menatap sekeliling, seolah sedang mencari sesuatu.

Atau seseorang.

Bang Saka mencium firasat buruk. Dan firasatnya tak pernah salah.


Bersambung ke Episode 2: Tamu Tak Diundang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *