“Pameran ini bukan sekadar memperlihatkan benda-benda bersejarah, tetapi juga menjadi pengingat akan keteguhan dan perjuangan KH Eyang Hasan Maolani dalam menyebarkan nilai-nilai Islam dan kebangsaan,” ujar Bupati Dian.

Kuningan, SangajiNews.com – Rumah Keramat Eyang Hasan Maolani di Lengkong menjadi saksi perhelatan akbar Halal Bihalal dan Sarasehan Nasional yang diselenggarakan Paguyuban Keluarga Besar KH Eyang Hasan Maolani, Kamis (3/4/2025). Salah satu sorotan utama dalam acara ini adalah pameran benda-benda bersejarah peninggalan sang ulama besar, termasuk sandal bakiak yang diyakini menyimpan jejak spiritual dan perjuangan beliau.
Warisan Sejarah yang Tak Ternilai
Dalam pameran tersebut, berbagai barang peninggalan KH Eyang Hasan Maolani dipajang, mulai dari sorban, batu ngaruru, tongkat, rambut, mushaf Al-Qur’an, hingga sandal bakiak yang menyita perhatian para pengunjung. Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., menyebutkan bahwa acara ini memiliki makna besar bagi masyarakat Kuningan dalam memahami sejarah dan budaya.
“Pameran ini bukan sekadar memperlihatkan benda-benda bersejarah, tetapi juga menjadi pengingat akan keteguhan dan perjuangan KH Eyang Hasan Maolani dalam menyebarkan nilai-nilai Islam dan kebangsaan,” ujar Bupati Dian.

Lebih lanjut, Pemkab Kuningan tengah mengusulkan KH Eyang Hasan Maolani sebagai pahlawan nasional atas jasa-jasanya dalam melawan penjajahan. Pemerintah juga berencana mengganti nama Jalan Lingkar Utara menjadi Jalan Eyang Hasan Maolani sebagai bentuk penghormatan.
Misteri dan Makna di Balik Sandal Bakiak
Di antara koleksi benda pusaka, sandal bakiak menjadi simbol asketisme dan kesederhanaan KH Eyang Hasan Maolani. Konon, sandal ini digunakan dalam berbagai perjalanan dakwahnya, mengingatkan kita pada jejak langkah perjuangan beliau yang penuh pengorbanan.
Menurut KH Iing Sihabudin, Ketua Paguyuban Keluarga Besar KH Eyang Hasan Maolani, sandal bakiak ini bukan sekadar artefak biasa. “Ini adalah saksi bisu bagaimana beliau menjalani hidup dengan prinsip kesederhanaan, tidak pernah makan kenyang, dan selalu mendahulukan kepentingan umat,” tuturnya.

Dari Pengasingan ke Penghormatan
Dalam buku Mengenang Sang Kyai Sedjati Eyang Maolani karya Abu Abdullah Hadziq, disebutkan bahwa KH Eyang Hasan Maolani diasingkan ke Manado oleh Belanda pasca-Perang Diponegoro pada abad ke-19. Namun, meskipun diasingkan, ia tetap berjuang untuk Islam dan bangsa.
Di Goa Bojong Lengkong, tempatnya sering bertafakur, beliau menjalani laku spiritual yang ketat, melafalkan Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah sebagai bentuk dzikir dan perlawanan batin terhadap penjajahan.
Menuju Situs Sejarah dan Wisata Religi

Untuk menjaga kelestarian warisan ini, Pemkab Kuningan berencana menjadikan Rumah Keramat Eyang Hasan Maolani sebagai situs edukasi sejarah dan wisata religi. Dengan demikian, generasi mendatang dapat terus belajar dan mengambil inspirasi dari keteladanan beliau.
Pameran ini menjadi momentum bagi masyarakat untuk mengenal lebih dalam perjuangan KH Eyang Hasan Maolani. Sandal bakiak yang tampak sederhana itu sejatinya menyimpan kisah luar biasa tentang seorang ulama yang hidup untuk umat, berjuang tanpa pamrih, dan meninggalkan jejak abadi dalam sejarah Islam dan Indonesia.

“Melestarikan budaya dan mengenang sejarah kepahlawanan bukan sekadar mengenal masa lalu, tetapi membangun jati diri dan menanamkan semangat perjuangan untuk masa depan. Mari kita jaga warisan leluhur sebagai inspirasi bagi generasi mendatang!” – SangajiNews.com